INOVASI KURIKULUM
v Faktor-Faktor Penghambat Inovasi
Kurikulum
Inovasi adalah penemuan yang dapat
berupa suatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal
yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat
berupa hasil dari invention atau discovery. Inovasi dilakukan dengan tujuan
tertentu untuk memecahkan masalah (Subandiyah, 1992). Pelaksanaan inovasi
pendidikan seperti inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari inovator dan
pelaksana inovasi itu sendiri. Ada inovasi yang juga dilakukan oleh guru-guru
dan satuan pendidikan yang disebut dengan Bottom-Up
Innovation.
Terdapat enam faktor yang mempengaruhi
keberhasilan usaha inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum, diantaranya:
1.
Perkiraan
yang tidak tepat terhadap inovasi
Hambatan
yang disebabkan kurang tepatnya perencanaan dalam inovasi yaitu tidak tepatnya
pertimbangan tentang implementasi inovasi, kurang adanya hubungan antar anggota
team pelaksana inovasi dan kurang adanya kesamaan pendapat tentang tujuan yang
akan dicapai (kurang adanya kerjasama yang baik).
Hal
ini dapat dikatakan bahwa tidak adanya koordinasi antar petugas yang berlainnan
di bidang garapannya, tidak jelas struktur pengambilan keputusan, kurang adanya
komunikasi yang baik, perlu sentralisasi data
penentuan kebijakan, terlalu banyak peraturan dan undang-undang yang harus
diikuti, keputusn formal untuk memulai kegiatan inovasi terlambat, tidak
tepatnya perimbangan untuk menghadapi masalah penerapan inovasi, tekanan dari
pimpinan (penguasa pemerintahan) untuk mempercepat hasil inovasi dalam waktu
yang singkat.
2.
Konflik
dan motivasi yang kurang sehat
Hambatan ini muncul karena adanya masalah-masalah
pribadi seperti pertentangan anggota team pelaksana, kurang motivasi untuk
bekerja dan berbagai macam sikap pribadi yang dapat mengganggu kelancaran
proses inovasi. Secara terinci item yang termasuk masalah konflik dan motivasi
ialah: adanya pertentangan antar anggota team, antara beberapa anggota kurang
adanya saling pengertian serta saling merasa iri antara satu dengan yang lain,
orang yang memiliki peranan penting dalam proyek justru tidak menunjukkan
semangat dan ketekunan kerja, beberapa orang penting dalam proyek terlalu kaku
dan berpandangan sempit tentang proyek, bantuan teknik dari luar tidak tepat,
orang yang memegang jabatan penting dalam proyek tidak bersikap terbuka untuk
menerima inovasi, kurang adanya hadiah atau penghargaan terhadap orang yang
telah menerima dan menerapkan inovasi.
3.
Lemahnya berbagai
faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang
dihasilkan
Hal-hal yang berkaitan dengan lambatnya inovasi antara
lain sangat rendahnya penghasilan per kapita, kurang adanya pertukaran dengan
orang asing, tidak mengetahui adanya sumber alam, jarak yang terlalu jauh,
iklim yang tidak menunjang, kurang sarana komunikasi, kurang perhatian dari
pemerintah, sistem pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Adapun item
yang termasuk dalam faktor tidak dapat berkembangnya inovasi adalah lambatnya
pengiriman material yang diperlukan, material tidak siap tepat waktu,
perencanaan dana biasanya tidak tepat walaupun sudah tidak dipertimbangkan
adanya inflasi (underestimate),
sistem pendidikan kolonial yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, orang
yang sudah dilatih untuk menangani proyek tidak mau ditempatkan sesuai
kebutuhan proyek, terjadi inflasi, peraturan kolonial yang tidak sesuai,
jauhnya jarak antar tempat satu dengan yang lain, tenaga pelaksana kurang mampu
menangani proyeksesuai dengan yang direncanakan, terlalu cepat terjadi
perubahan penempatan orang-orang penting dalam proyek sehingga dapat mengganggu
kontinuitas.
4.
Keuangan (finacial) yang tidak terpenuhi
Dalam analisa data ini masalah finansial dibedakan
dengan faktor yang menghalangi berkembangnya inovasi secara keseluruhan (faktor
yang ke-3), walaupun keduanya merupakan faktor yang serius menghambat jalannya
proses inovasi. Adapun item yang termasuk dalam faktor finansial adalah : tidak
memadainya bantuan finansial dari daerah, tidak memadainya bantuan finansial
dari luar daerah, kondisi ekonomi daerah secara keseluruhan, prioritas ekonomi
secara nasional lebih banyak pada bidang lain daripada bidang pendidikan, ada
penundaan dalam penyampaian dana, terjadi inflasi. Tentang bantuan dana untuk
suatu proyek inovasi sering terjadi adanya peraturan bahwa pemerintah akan
memberikan bantuan bila masyarakat setempat (daerah) memiliki dana sendiri
(swasembada). Daerah tidak mempunyai dana maka pemerintah tidak membantu. Masyarakat
juga tidak mau mengusahakan dana karena tidak ada bantuan dari pemerintah, jadi
merasa berat dan frustasi. Oleh karena itu bantuan dan perhatian dari
pemerintah sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan daerah.
5.
Penolakan dari
sekelompok tertentu atas hasil inovasi
Faktor ke-lima ini berbeda dengan faktor yang
lain dan memang merupakan penolakan dari kelompok inovasi penentu atau kelompok
elit dalam suatu sistem sosial. Penolakan inovasi ini berbeda dengan keberatan
inovasi karena kurang dana atau masalah personalia dan sebagainya. Jadi
penolakan ini memang ada kecenderungan muncul dari kelompok penentu. Adapun
item yang termasuk dalam faktor ke- lima ini adalah : kelompok elit yang
memiliki wewenang dalam masyarakat tradisional menentang inovasi atau perluasan
suasana pendidikan, terdapat pertentangan ideologi mengenai inovasi,
proyek inovasi dilaksanakan sangat lambat, peraturan kolonial meninggalkan
sikap masyarkat yang penuh kecurigaan terhadap sesuatu yang asing, keberatan
terhadap inovasi karena kepentingan kelompok.
6.
Kurang adanya
hubungan sosial dan publikasi
Faktor terakhir yang
juga paling lemah pengaruhnya terhadap hambatan inovasi adalah faktor yang
terdiri dari dua hal yaitu hubungan antar team dan hubungan dengan orang di
luar team. Item yang termasuk dalam kelompok ini adalah: ada masalah dalam
hubungan sosial antar anggota team yang satu dengan yang lain, ada
ketidakharmoniasan dan terjadi hubungan yang kurang baik antar anggota
team proyek inovasi, sangat kurang adanya suasana yang memungkinkan terjadinya
pertukaran pikiran yang terbuka. Pada umumnya, faktor penghambat inovasi yang
sering muncul di lapangan adalah berupa penolakan atau resistance dari calon
adopter, misalnya penolakan para guru tentang adanya perubahan kurikulum
dan metode belajar-mengajar, maka perlu kiranya masalah tersebut dibahas.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penolakan
(resistance) itu adalah melawan sesuatu atau seseorang untuk tidak berubah atau
diubah atau tidak mau menerima perubahan tersebut. Ada beberapa hal mengapa
inovasi sering ditolak atau tidak dapat diterima oleh para pelaksana inovasi di
lapangan atau di sekolah sebagai berikut:
1. Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses
perencanaan, penciptaan dan bahkan pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide
baru atau inovasi tersebut dianggap oleh guru atau sekolah bukan miliknya, dan
merupakan kepunyaan orang lain yang tidak perlu dilaksanakan, karena tidak
sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah mereka.
2. Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang
mereka lakukan saat sekarang, karena sistem atau metode tersebut sudah mereka
laksanakan bertahun-tahun dan tidak ingin diubah. Di samping itu sistem yang
mereka miliki dianggap oleh mereka memberikan rasa aman atau kepuasan serta
sudah baik sesuai dengan pikiran mereka. Hal senada diungkapkan pula Day dkk
(1987) dimana guru tetap mempertahankan sistem yang ada.
3. Inovasi yang baru yang dibuat oleh orang lain terutama
dari pusat (khususnya Depdiknas) belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi
yang dialami oleh guru dan siswa.
4. Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang
berasal dari pusat merupakan kecenderungan sebuah proyek dimana segala
sesuatunya ditentukan oleh pencipta inovasi dari pusat. Inovasi ini bisa
terhenti kalau proyek itu selesai atau kalau finasial dan keuangannya sudah
tidak ada lagi. Dengan demikian pihak sekolah atau guru hanya terpaksa
melakukan perubahan sesuai dengan kehendak para inovator di pusat dan tidak
punya wewenang untuk merubahnya.
5. Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar
sehingga dapat menekan sekolah atau guru melaksanakan keinginan pusat, yang
belum tentu sesuai dengan kemauan mereka dan situasi sekolah mereka.
v Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Inovasi
Untuk menghindari
penolakan seperti yang disebutkan di atas, faktor-faktor utama yang perlu
diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan
fasilitas, dan program/tujuan:
1.
Guru
Guru sebagai ujung
tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh
dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan
kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru
harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai.
Ada beberapa hal yang
dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan materi yang diajarkan,
metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar
individu, baik dengan siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang
terlibat dalam proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah
dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru
itu sendiri.
Dengan demikian, maka
dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi
pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang
sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan
mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang diperkenalkan
kepada mereka. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya, karena mereka menganggap
inovasi yang tidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya yang harus
dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu ketenangan
dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi
pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya. (Wright 1987).
pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya. (Wright 1987).
2.
Siswa
Sebagai obyek utama
dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa memegang peran
yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat menentukan
keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman,
kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini
bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi
pendidikan,walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada
perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa
yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan
dengan konsekwen. Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah pentingnya
dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran,
pemberi materi pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai
guru. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan
penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja
menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi
seperti yang diuraikan sebelumnya.
3.
Kurikulum
Kurikulum pendidikan,
lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi
program pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri.
program pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri.
Oleh karena itu,
dalam pembahruan pendidikan, perubahan itu hendaknya sesuai dengan
perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan
dan tidak mustahil perubahan dari kedua-duanya akan berjalan searah.
4.
Sarana dan prasarana
Fasilitas, termasuk
sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam dalam proses
pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam pembahruan
pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi
kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka
pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa dipastikan tidak akan berjalan
dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang
esensial dalam mengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan. Oleh karena itu,
jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu diperhatikan.
Misalnya ketersediaan gedung sekolah, laboratorium, bangku, meja dan
sebagainya.
5.
Lingkup sosial masyarakat
Dalam menerapakan
inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara langsung terlibat dalam
perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak, baik positif maupun negatif,
dalam pelaklsanaan pembahruan pendidikan. Masyarakat secara tidak
langsung atau tidak langsung, sengaja maupun tidak, terlibat dalam
pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan dalam pendidikan sebenarnya
mengubah masyarakat menjadi lebih baik terutama masyarakat di mana peserta
didik itu berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi
pendidikan tentu akan terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak
diberitahu atau dilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi
pendidikan.
v Karakteristik Inovasi Pendidikan
Penolakan juga bisa
juga muncul karena inovasi yang digulirkan tidak memenuhi syarat-syarat atau
tidak sesuai dengan karakteristik inovasi pendidikan. Karakteristik Inovasi
pendidikan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Relative advantage
(Keunggulan relatif)
Para adopter akan
menilai apakah suatu Inovasi itu relatif menguntungkan atau lebih unggul
dibanding yang lainnya atau tidak. Untuk adopter yang menerima secara cepat
suatu inovasi, akan melihat inovasi itu sebagai sebuah keunggulan.
Keunggulan relatif
adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah
ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi,
prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan
relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat
diadopsi.
2.
Compatibility
(Kompatibilitas/Konsisten)
Kompatibilitas adalah
derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang
berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika
suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya
dengan inovasi yang sesuai (compatible).Adopter juga akan mempertimbangkan pemanfaatan
inovasi berdasarkan konsistensinya pada nilai-nilai, pengalaman dan
kebutuhannya.
3.
Complexity
(Kompleksitas/kerumitan)
Kerumitan adalah
derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan
digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan
digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami
dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat
diadopsi. Adopter atau pengguna inovasi juga akan menilai tingkat
kesulitan atau kompleksitas yang akan dihadapinya jika mereka memanfaatkan
inovasi. Artinya bagi individu yang lambat mamahami dan menguasainya tentu akan
mengalami tingkat kesulitan lebih tinggi dibanding individu yang cepat
memahaminya. Tingkat kesulitan tersebut berhubungan dengan pengetahuan dan
kemampuan seseorang untuk mempelajari istilah-istilah dalam inovasi itu.
4.
Trialability
(Kemampuan untuk dapat diuji)
Kemampuan untuk diuji
cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu.
Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan
lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi
sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya. Kemampuan
untuk dapat diuji bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian. Mempunyai
kemungkinan untuk diuji coba terlebih dahulu oleh para adopter untuk mengurangi
ketidakpastian mereka terhadap inovasi itu.
5.
Observability
(Kemampuan untuk dapat diamati)
Kemampuan untuk
diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang
lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar
kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility);
kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil
kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.