Rabu, 28 September 2016

Inovasi Kurikulum (Faktor Penghambat Inovasi Kurikulum)

INOVASI KURIKULUM
v  Faktor-Faktor Penghambat Inovasi Kurikulum
Inovasi adalah penemuan yang dapat berupa suatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery. Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu untuk memecahkan masalah (Subandiyah, 1992). Pelaksanaan inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari inovator dan pelaksana inovasi itu sendiri. Ada inovasi yang juga dilakukan oleh guru-guru dan satuan pendidikan yang disebut dengan Bottom-Up Innovation.
Terdapat enam faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum, diantaranya:
1.      Perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi
Hambatan yang disebabkan kurang tepatnya perencanaan dalam inovasi yaitu tidak tepatnya pertimbangan tentang implementasi inovasi, kurang adanya hubungan antar anggota team pelaksana inovasi dan kurang adanya kesamaan pendapat tentang tujuan yang akan dicapai (kurang adanya kerjasama yang baik).
Hal ini dapat dikatakan bahwa tidak adanya koordinasi antar petugas yang berlainnan di bidang garapannya, tidak jelas struktur pengambilan keputusan, kurang adanya komunikasi yang baik, perlu sentralisasi data penentuan kebijakan, terlalu banyak peraturan dan undang-undang yang harus diikuti, keputusn formal untuk memulai kegiatan inovasi terlambat, tidak tepatnya perimbangan untuk menghadapi masalah penerapan inovasi, tekanan dari pimpinan (penguasa pemerintahan) untuk mempercepat hasil inovasi dalam waktu yang singkat.
2.      Konflik dan motivasi yang kurang sehat
Hambatan ini muncul karena adanya masalah-masalah pribadi seperti pertentangan anggota team pelaksana, kurang motivasi untuk bekerja dan berbagai macam sikap pribadi yang dapat mengganggu kelancaran proses inovasi. Secara terinci item yang termasuk masalah konflik dan motivasi ialah: adanya pertentangan antar anggota team, antara beberapa anggota kurang adanya saling pengertian serta saling merasa iri antara satu dengan yang lain, orang yang memiliki peranan penting dalam proyek justru tidak menunjukkan semangat dan ketekunan kerja, beberapa orang penting dalam proyek terlalu kaku dan berpandangan sempit tentang proyek, bantuan teknik dari luar tidak tepat, orang yang memegang jabatan penting dalam proyek tidak bersikap terbuka untuk menerima inovasi, kurang adanya hadiah atau penghargaan terhadap orang yang telah menerima dan menerapkan inovasi.
3.      Lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan
Hal-hal yang berkaitan dengan lambatnya inovasi antara lain sangat rendahnya penghasilan per kapita, kurang adanya pertukaran dengan orang asing, tidak mengetahui adanya sumber alam, jarak yang terlalu jauh, iklim yang tidak menunjang, kurang sarana komunikasi, kurang perhatian dari pemerintah, sistem pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Adapun item yang termasuk dalam faktor tidak dapat berkembangnya inovasi adalah lambatnya pengiriman material yang diperlukan, material tidak siap tepat waktu, perencanaan dana biasanya tidak tepat walaupun sudah tidak dipertimbangkan adanya inflasi (underestimate), sistem pendidikan kolonial yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, orang yang sudah dilatih untuk menangani proyek tidak mau ditempatkan sesuai kebutuhan proyek, terjadi inflasi, peraturan kolonial yang tidak sesuai, jauhnya jarak antar tempat satu dengan yang lain, tenaga pelaksana kurang mampu menangani proyeksesuai dengan yang direncanakan, terlalu cepat terjadi perubahan penempatan orang-orang penting dalam proyek sehingga dapat mengganggu kontinuitas.
4.      Keuangan (finacial) yang tidak terpenuhi
Dalam analisa data ini masalah finansial dibedakan dengan faktor yang menghalangi berkembangnya inovasi secara keseluruhan (faktor yang ke-3), walaupun keduanya merupakan faktor yang serius menghambat jalannya proses inovasi. Adapun item yang termasuk dalam faktor finansial adalah : tidak memadainya bantuan finansial dari daerah, tidak memadainya bantuan finansial dari luar daerah, kondisi ekonomi daerah secara keseluruhan, prioritas ekonomi secara nasional lebih banyak pada bidang lain daripada bidang pendidikan, ada penundaan dalam penyampaian dana, terjadi inflasi. Tentang bantuan dana untuk suatu proyek inovasi sering terjadi adanya peraturan bahwa pemerintah akan memberikan bantuan bila masyarakat setempat (daerah) memiliki dana sendiri (swasembada). Daerah tidak mempunyai dana maka pemerintah tidak membantu. Masyarakat juga tidak mau mengusahakan dana karena tidak ada bantuan dari pemerintah, jadi merasa berat dan frustasi. Oleh karena itu bantuan dan perhatian dari pemerintah sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan daerah.
5.      Penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi
Faktor ke-lima ini berbeda dengan faktor yang lain dan memang merupakan penolakan dari kelompok inovasi penentu atau kelompok elit dalam suatu sistem sosial. Penolakan inovasi ini berbeda dengan keberatan inovasi karena kurang dana atau masalah personalia dan sebagainya. Jadi penolakan ini memang ada kecenderungan muncul dari kelompok penentu. Adapun item yang termasuk dalam faktor ke- lima ini adalah : kelompok elit yang memiliki wewenang dalam masyarakat tradisional menentang inovasi atau perluasan suasana pendidikan, terdapat pertentangan ideologi mengenai inovasi, proyek inovasi dilaksanakan sangat lambat, peraturan kolonial meninggalkan sikap masyarkat yang penuh kecurigaan terhadap sesuatu yang asing, keberatan terhadap inovasi karena kepentingan kelompok.
6.      Kurang adanya hubungan sosial dan publikasi
Faktor terakhir yang juga paling lemah pengaruhnya terhadap hambatan inovasi adalah faktor yang terdiri dari dua hal yaitu hubungan antar team dan hubungan dengan orang di luar team. Item yang termasuk dalam kelompok ini adalah: ada masalah dalam hubungan sosial antar anggota team yang satu dengan yang lain, ada ketidakharmoniasan dan terjadi hubungan yang kurang baik antar anggota team proyek inovasi, sangat kurang adanya suasana yang memungkinkan terjadinya pertukaran pikiran yang terbuka. Pada umumnya, faktor penghambat inovasi yang sering muncul di lapangan adalah berupa penolakan atau resistance dari calon adopter, misalnya penolakan para guru tentang adanya perubahan kurikulum dan metode belajar-mengajar, maka perlu kiranya masalah tersebut dibahas. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penolakan (resistance) itu adalah melawan sesuatu atau seseorang untuk tidak berubah atau diubah atau tidak mau menerima perubahan tersebut. Ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau tidak dapat diterima oleh para pelaksana inovasi di lapangan atau di sekolah sebagai berikut:
1.      Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan dan bahkan pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide baru atau inovasi tersebut dianggap oleh guru atau sekolah bukan miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yang tidak perlu dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah mereka.
2.      Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan saat sekarang, karena sistem atau metode tersebut sudah mereka laksanakan bertahun-tahun dan tidak ingin diubah. Di samping itu sistem yang mereka miliki dianggap oleh mereka memberikan rasa aman atau kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pikiran mereka. Hal senada diungkapkan pula Day dkk (1987) dimana guru tetap mempertahankan sistem yang ada.
3.      Inovasi yang baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari pusat (khususnya Depdiknas) belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh guru dan siswa.
4.      Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang berasal dari pusat merupakan kecenderungan sebuah proyek dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pencipta inovasi dari pusat. Inovasi ini bisa terhenti kalau proyek itu selesai atau kalau finasial dan keuangannya sudah tidak ada lagi. Dengan demikian pihak sekolah  atau guru hanya terpaksa melakukan perubahan sesuai dengan kehendak para inovator di pusat dan tidak punya wewenang untuk merubahnya.
5.      Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar sehingga dapat menekan sekolah atau guru melaksanakan keinginan pusat, yang belum tentu sesuai dengan kemauan mereka dan situasi sekolah mereka.

v  Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Inovasi
Untuk menghindari penolakan seperti yang disebutkan di atas, faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan:
1.      Guru
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai.
Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan  siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang diperkenalkan kepada mereka. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya, karena mereka menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi
pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya. (Wright 1987).
2.      Siswa
Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan,walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.
3.      Kurikulum
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi
program pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itu  kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan  dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan  inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan  unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa  mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi pendidikan  tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri.
Oleh karena itu, dalam pembahruan pendidikan, perubahan itu hendaknya  sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti  dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan dari  kedua-duanya akan berjalan searah.
4.      Sarana dan prasarana
Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa  diabaikan dalam dalam proses pendidikan khususnya dalam proses belajar  mengajar. Dalam pembahruan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan  hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan.  Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa  dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan. Oleh karena itu, jika  dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu  diperhatikan. Misalnya ketersediaan gedung sekolah, laboratorium, bangku, meja dan sebagainya.
5.      Lingkup sosial masyarakat
Dalam menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara  langsung terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak,  baik positif maupun negatif, dalam pelaklsanaan pembahruan pendidikan.  Masyarakat secara tidak langsung atau tidak langsung, sengaja maupun  tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan  dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik  terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa  melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan tentu akan  terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak diberitahu atau  dilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pendidikan.

v  Karakteristik Inovasi Pendidikan
Penolakan juga bisa juga muncul karena inovasi yang digulirkan tidak memenuhi syarat-syarat atau tidak sesuai dengan karakteristik inovasi pendidikan. Karakteristik Inovasi pendidikan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Relative advantage (Keunggulan relatif)
Para adopter akan menilai apakah suatu Inovasi itu relatif menguntungkan atau lebih unggul dibanding yang lainnya atau tidak. Untuk adopter yang menerima secara cepat suatu inovasi, akan melihat inovasi itu sebagai sebuah keunggulan.
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
2.      Compatibility (Kompatibilitas/Konsisten)
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).Adopter juga akan mempertimbangkan pemanfaatan inovasi berdasarkan konsistensinya pada nilai-nilai, pengalaman dan kebutuhannya.
3.      Complexity (Kompleksitas/kerumitan)
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. Adopter atau pengguna inovasi juga akan menilai tingkat kesulitan atau kompleksitas yang akan dihadapinya jika mereka memanfaatkan inovasi. Artinya bagi individu yang lambat mamahami dan menguasainya tentu akan mengalami tingkat kesulitan lebih tinggi dibanding individu yang cepat memahaminya. Tingkat kesulitan tersebut berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk mempelajari istilah-istilah dalam inovasi itu.
4.      Trialability (Kemampuan untuk dapat diuji)
Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya. Kemampuan untuk dapat diuji bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian. Mempunyai kemungkinan untuk diuji coba terlebih dahulu oleh para adopter untuk mengurangi ketidakpastian mereka terhadap inovasi itu.
5.      Observability (Kemampuan untuk dapat diamati)

Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.

3 komentar:

  1. Menanggapi artikel inovasi kurikulum,, kenapa kurikulum perlu mengalami inovasi dan bisakah guru selaku pelaku pendidikan melakukan inovasi kurikulum
    terima kasih

    BalasHapus
  2. Jelas salah satu faktor knpa kurikulum perlu mengalami inovasi adalah perkembangan teknologi yg semakin canggih. Dn tujuan pembelajaranpun menjadi berkembang pula. Bisakah guru selaku pelaku pendidikan melakukan inovasi kurikulum??? Seharusnya jawaban yg tepat adalah sangat bisa kak. Guru seharusnya emg harus dilibatkan dalam pengembangan inovasi krna apa?? Karena guru adlh ujung tombak penyampai/pelaksana inovasi kurikulum yg dapat menentukan keberhasilan inovasi tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran.

    BalasHapus
  3. oke putri.. terima kasih atas jawabannya

    BalasHapus